"Yu.. kemarin ada paket buat kamu" ucap bulik.
"Terima kasih bulik" jawabku.
Kado ramadhan, kado lebaran tiba-tiba dapat paket dari majalah elfata. Sebenarnya gak pernah kepikiran kalau cerpen karangan saya akan di terbitkan. Tapi qadarullah Allah sudah semumutuskan. Akhirnya penerbit mengijinkan untuk menshare cerpen ini.
Dadanya begitu
sesak, peluh mengalir dari keningnya, suaranya mulai sesegukan. Malam itu Ziya
tampak gelisah. Dia menggigil ketakutan, dia tarik selimut di kakinya dan dia
masih menggigil. Bukan karena sakit, namun ada suatu ketakutan dalam hatinya.
Kalimat istighar terus terucap dari bibir merahnya. Waktu telah menunjukkan
pukul 01.30 dan Ziya masih terjaga. Ziya bertanya dalam hatinya, apa yang
sebenarnya dia rasakan sekarang? Dia tampak
bingung kenapa dia seperti itu. Dengan menghempaskan selimutnya dia berjalan
menuju kamar mandi. Dia mulai membasuh wajahnya dengan air wudhu, dan Ziya
tampak tenang setelahnya. Di atas sajadah yang terbentang, dia merindu pada
Sang Kekasih. Malam itu menjadi saksi betapa rendahnya dia, air mata mengalir
membasahi pipinya. Hatinya bergejolak
tangisnya pecah, Ziya terus sujud seraya mengucap takbir. Matanya mulai
terpejam sampai adzan subuh membangunkan dirinya.
Sinar matahari
menembus jendela kamarnya. Dan Ziya harus bergegas meninggalkan kegelisahannya.
Senyumnya tampak tertahan, tertunduk wajahnya dan di buangnya jauh-jauh
pandangannya. Seperti biasa aktivitasnya selalu padat. Ziya selalu pulang
larut. Sesampainya di rumah dia hanya bisa membaringkan tubuhnya sejenak.
Sering sekali dia merasakan sakit di kepalanya. Masalah yang dia hadapi
tampaknya bukan masalah yang biasa. Ayahnya yang seorang guru harus pensiun
dini karena penyakit jantung yang di derita. Ziya dan keluarganya hidup dari uang pensiun ayahnya dan gaji
ibunya sebagai pembuat batik. Dia bingung bagaimana mendapatkan uang 500juta
untuk biaya ayahnya berobat. Dia hanya bergantung pada tulisan yang dia buat.
Itupun kalau tulisannya di terima oleh penerbit.
Malam itu seperti
biasa Ziya sibuk menulis. Dan terdengar samar suara ketukan pintu, dia membuka sedikit pintu kamarnya. Di
perhatikan ibunya yang berjalan menuju ruang tamu. Tak lama kemudian, tampak
seorang laki-laki dengan baju koko hijau lengkap dengan peci, dia datang
bersama seorang laki-laki tua, dan sepertinya dia ayah dari laki-laki tersebut.
Ziya memalingkan wajahnya dan kembali fokus pada tulisannya. Tak berapa lama
kemudian, ibunya memanggil Ziya keluar.
Dan dia duduk di samping ibunya. Laki-laki itu lantas melanjutkan percakapan
yang sempat terputus tadi. Dan dia mengutarakan niatnya untuk melamar Ziya.
Betapa terkejutnya Ziya. Yang benar saja, dia tak pernah mengenal laki-laki
tersebut dan kini ingin melamar dirinya. Ibunya hanya tersenyum bahagia. Dan
tak lupa laki-laki itu memperkenalkan dirinya. Namanya adalah Muhammad Mirza
Ukail. Dia mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas di Alexandria,
Mesir. Laki-laki itu mengenal Ziya dari salah satu temannya di Mesir yang
ternyata teman Ziya ketika di Madrasah Aliyah (SMA). Ziya tampak kaget dengan
kejadian malam itu. Dengan suara lembut Ziya menjawab, dia akan menjawab lamaran dari kak Mirza dalam waktu 3 hari.
Setelah sekitar satu jam tamu istimewa itu meninggalkan rumahnya. Ziya kembali
ke kamar dan bersandar pada kursi rotan di depan meja belajarnya. Dia menutup
wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tampaknya lamaran dari kak Mirza
menambah lagi masalah dalam hidupnya. Dia berfikir akankah dia menolak lamaran
kak Mirza, karena dia ingin merawat ayahnya dan ingin segera menyelesaikan
kuliahnya. Tapi akankah dia menolak seorang laki-laki shaleh, cerdas, dan
beribawa itu?
Pintu kamarnya
terbuka, dan ternyata ibu dan ayahnya datang menemuinya. Ziya terbangun dalam
lamunannya. Ziya bertanya kenapa tiba-tiba ayahnya bangun dari tempat tidur.
Dan ibunya menjawab, bahwa ayahnya ingin melihat Ziya. Ayahnya mengatakan
bahwa, dia sangat bahagia mendengar berita Ziya dilamar oleh seorang laki-laki
shaleh. Ayahnya berharap Ziya mempertimbangkan lamaran kak Mirza. Akan tetapi
Ziya mengutarakan alasannya kenapa hendak menolak lamarannya. Dan ayahnya
memeluknya dengan erat seraya berkata ketika ada seorang laki-laki shaleh
datang dan caranya sangat terhormat maka bisa jadi memang dia yang di kirim
Allah untuknya. Dan ayahnya mengatakan, bukan berarti ketika Ziya menikah dia
tidak bisa merawat ayahnya lagi. Bukan berarti dia akan berpisah dengan ayah
dan ibunya. Hanya saja dia akan merawat dan melayani sesorang lagi, yaitu
suaminya. Dan ayahnya mengatakan, jikalau Ziya menikah dan harus pergi ke
Mesir, ayahnya tak masalah karena ada ibunya yang akan merawat. Tangis Ziya
mulai pecah. Ayahnya melepas pelukaanya dan mengusap air mata di pipi Ziya.
Ayahnya mengatakan bahwa Ziya harus menyerahkan semua urusan kepada Allah yang Mengatur semuanya. Allah tidak akan
memilihkan suami yang tidak baik untuk orag yang baik seperti Ziya, begitu
tutur ayahnya.
Malam itu Ziya
bermunajat kepada Allah meminta petunjuk, apakah benar kak Mirza adalah
jodohnya. Ketika dia terbangun dari tidurnya, wajahnya tampak berseri-seri. Dia
mengatakan pada ayah dan ibunya dia akan menerima lamaran kak Mirza.
Pesta pernikahan
akan di laksanakan seminggu lagi. Ziya tampak sibuk mempersiapkan semuanya.
Para tetanggapun sibuk mempersiapkan hidangan untuk acara walimah. Besok adalah
hari yang di nanti-nantikannya. Ziya tidur lebih awal. Dan pagi-pagi sekali Ziya sudah siap untuk di make up, dia terlihat cantik dengan balutan gamis putih dan jilbab
silver. Akad nikah akan segera di mulai. Ziya melihat kak Mirza duduk di tengah
mimbar pernikahan. Dan di depan mimbar terlihat juga ayah Ziya. Waktu yang di tunggu-tunggu datang.
Kak Mirza dengan lantang mengucap ijab. Semua undangan menangis haru bahagia.
Ziya yang ada di kamarpun tak tahan menahan haru. Dia memeluk erat ibunya dan
berkata. Akhirnya dia menikah.
Tapi apa yang di
sangka. Ketika akad baru saja selesai,
ayah Ziya pingsan. Dan suasanapun berubah. Ziya berlari menuju mimbar
pernikahan. Ziya menangis,dan berusaha
membangunkan ayahnya, namun ayahnya telah tiada. Ziya shock, dan diapun pingsan. Ziya pingsan selama 7 jam. Dan ketika
dia sadar, tampak kak Mirza di sampingnya. Ziya tetap menangis, Ziya tak
percaya akan semua yang terjadi hari ini. Kak Mirza berusaha menenangkan Ziya.
Dan kak Mirza mengatakan bahwa ayah Ziya hendak di makamkan hari ini. Ziya
berusaha untuk tegar. Dia berusaha untuk tetap berjalan menuju jenazah ayahnya.
Di peluk erat jenazah ayahnya. Di kecupnya kening ayahnya. Dia melihat ayahnya
meninggal dalam keadaan tersenyum. Dia berkata, apakah ini yang ayahnya tunggu,
melihat Ziya menikah?
Kak Mirza menepuk
pundak Ziya. Dan mengatakan bahwa ayahnya harus segera di makamkan. Ketika di
pemakaman Ziya tampak lebih sabar dan tegar, disampingnya ada kak Mirza dan
ibunya. Kembali lagi Ziya teringat ucapan ayahnya. Bahwa bisa jadi seorang yang
datang tiba-tiba itu adalah jodoh yang Allah kirimkan untuknya. Ziya bergumam
dalam hati, “Ayah.. kak Mirza memang orang
yang ayah tunggu untuk menggantikan ayah menjaga Ziya dan ibu. Terima
kasih telah mejadi ayah Ziya. Sekarang Ziya akan merawat ibu dan kak Mirza
seperti ayah menjaga Ziya dan ibu”.